Sunday, 28 February 2016

KOTA LAYAK ANAK (KLA)

KOTA LAYAK ANAK

Forum Anak adalah mendorong kabupaten/kota untuk menuju Kota Layak Anak. Melalui KLA, kesejahteraan anak- anak masuk dalam semua sektor perencanaan pembangunan. "Dengan demikian, tumbuh kembang anak Indonesia akan optimal dan hak-hak mereka terpenuhi,"

Dengan forum anak diharapkan dapat memberikan inspirasi anak-anak untuk bangga menjadi anak Indonesia dan termotivasi untuk berprestasi, dan di sisi lain merupakan apresiasi atau penghargaan bagi anak-anak dan dapat aktif berpartisipasi di lingkungan masing-masing. 

Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak. Dalam Kebijakan tersebut digambarkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak.

Tantangan Pembentukan Kota Layak Anak
Delapan belas tahun yang lalu, Indonesia menyatakan komitmen untuk menjamin setiap anak diberikan masa depan yang lebih baik dengan ratifikasi Konvensi Hak Anak. Sejak itu tercapailah kemajuan besar, sebagaimana tercantum dalam laporan Pemerintah Indonesia mengenai Pelaksanaan Konvensi Hak Anak ke Komite Hak Anak, Jenewa lebih banyak anak bersekolah dibandingkan di masa sebelumnya, lebih banyak anak mulai terlibat aktif dalam keputusan menyangkut kehidupan mereka, dan sudah tersusun pula peraturan perundang-undangan penting yang melindungi anak. Kondisi ini menjadi point penting dalam mempercepat pembentukan KLA.

Sejumlah besar anak-anak hidup tanpa bantuan orangtua, misalnya anak yatim piatu, anak jalanan, anak pengungsi, dan anak yang tergusur dari tempat tinggalnya, anak korban perdagangan, anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, serta mereka yang berada di lembaga pemasyarakatan, belum mendapat perhatian dan perlindungan secara khusus. Hal yang sama juga dialami oleh lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak tersebut kurang mendapat pembinaan dan apresiasi dari pemerintah dan masyarakat. Persoalan lain yang cukup dasar adalah kemiskinan yang menjadi satu-satunya kendala terbesar yang merintangi upaya memenuhi kebutuhan, melindungi dan menghormati hak anak.

Konvensi Hak Anak, bahwa anak (Save the Children, 1996:13-15):
a.    mempunyai hak untuk tempat tinggal – pasal 27 menegaskan hak setiap anak atas kehidupan untuk pengembangan fisik, mental, spritual, dan moral. Untuk itu orang tua bertanggung jawab mengupayakan kondisi kehidupan yang diperlukan untuk mengembangkan anak sesuai dengan kemampuan. Kondisi seperti ini sangat berbeda yang dialami oleh anak jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan terputus dengan orang tua.
b.    mempunyai hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi – tempat tinggal padat dan tumpang tindih di kota menjadikan anak merasa terganggu keleluasaan pribadinya. Kondisi seperti ini banyak dialami oleh anak-anak yang berasal dari keluarga miskin di kota, sehingga dampaknya adalah perasaan tertekan dan ketegangan pada diri anak. Keadaan ini dapat kurangi bila orang tua peduli terhadap keluarganya. Perumahan padat dapat menjadi salah satu faktor dalam perlakuan buruk terhadap anak atau kekejaman dan perlakuan salah secara seksual.
c.    mempunyai hak untuk mendapatkan rasa aman – keamanan fisik dan psikososial merupakan hal penting bagi anak yang ada di kota. Lemahnya penegakan hukum, meluasnya kekejaman dan kejahatan mempunyai dampak yang kuat terhadap anak dan remaja.
d.    mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat – sanitasi buruk, kurangnya air bersih, kurangnya fasilitas toilet, dan banyaknya sampah memberi dampak yang serius terhadap kesehatan anak. Kondisi kota seperti ini menghadapi masalah serius terhadap tumbuh kembang anak, karena mereka muda terjangkit penyakit cacar, diare, ispa, tbc, dan penyakit lain yang sering dialami oleh warga yang tinggal di wilayah kumuh.
e.    mempunyai hak untuk bermain – ini artinya tersedia areal hijau dan ruang terbuka untuk bermain. Lokasi tempat bermain dengan rumah khususnya untuk anak kecil dan anak dengan kecacatan.
f.     mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan – setiap anak mempunyai hak dan kesempatan yang sama memperoleh pendidikan, sehingga perlu mendapat perhatian pemerintah kota kepada anak-anak yang tinggal di tempat illegal, karena tempat mereka tidak dilengkapi sekolah, begitu juga dengan anak yang ada di wilayah kumuh biasanya kualitas sekolahnya sangat buruk.
g.    mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan transportasi umum – mengakses tranportasi umum yang baik untuk semua merupakan hal yang esensial. Untuk memenuhi hak anak, bagaimana pun transportasi yang aman adalah berjalan kaki, naik sepeda atau mengakses transportasi yang tidak menghasilkan polusi dan ramah anak.

Beberapa harapan dan kebutuhan anak
Anak dan Lingkungan Tempat Tinggal
Untuk menjadi akrab dengan lingkungan tempat tinggal anak perlu dipertimbangkan bahwa:
a.    keluarga perlu mempertimbangkan penerapan kombinasi pola asuh antara otoriter, bebas dan demokratis secara seimbang dan konsisten, supaya kepercayaan diri anak tinggi.
b.    rumah yang layak huni adalah rumah yang menjamin keamanan, ketenangan dan kenyaman penghuni. Syarat rumah layak huni adalah status kepemilikan jelas (milik sendiri, sewa, menumpang), kemudahan akses ke air, listrik, adanya pengelolaan sampah dan perawatan saluran pembuangan air kotor. Selanjutnya, rumah itu berada di lingkungan yang bebas polusi.

Anak dan Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat, diharapkan anak dapat lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat, untuk itu perlu dipertimbangkan bahwa:
a.    perlu ada inisiatif dan kemauan keras ketua RT dan RW untuk menjalankan organisasi dengan membentuk kegiatan-kegiatan yang berdampak langsung pada warga, khususnya anak-anak, seperti kerja bakti (membersihkan sampah dan saluran pembuangan air kotor), dan siskamling.
b.   menjaga sanitasi lingkungan, karena berdampak langsung pada kesehatan lingkungan, terutama terhadap anak-anak yang rentan terhadap berbagai resiko yang ditimbulkan oleh lingkungan.
Untuk menjadikan lingkungan masyarakat sebagai tempat yang baik untuk anak tumbuh dan kembang, pemerintah kota perlu perbaikan, perawatan dan pembaharuan terhadap saluran air, toilet yang tidak bau, bebas bau sampah; tempat bermain dan rekreasi yang aman dan lengkap dengan menerangan, bersama anak menentukan lokasi yang sesuai untuk tempat bermain yang dekat dengan rumah dan sekolah; dan perlu melakukan pengamanan yang ekstra di lingkungan yang berpendapatan rendah, dan memasang pengumuman tentang pemberian perlindungan terhadap anak dari kekerasan dan penelantaran terhadap anak.

Anak dan Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang diharapkan anak adalah sebagai berikut:
a.    mempunyai ruang WC yang menjadi salah satu fasilitas yang penting di sekolah, sehingga perlu dipertimbangkan keberadaan dan kebutuhannya. Anak-anak keberatan jika ruang WC anak perempuan dan anak laki-laki disatukan. Dengan demikian akan melindungi anak-anak perempuan dari pelecehan seksual.
b.    desain bangunan sekolah bertingkat perlu dilengkapi ruang bermain yang memungkinkan anak-anak dari setiap lantai saling bertemu dan bersosiliasai.
c.    waktu sekolah pagi dan petang dipertimbangkan untuk diterapkan secara bergantian, karena sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar dan kualitas murid. Sebagian besar murid-murid sekolah petang kurang optimal mengikuti pelajaran, karena energi yang berkurang dan udara panas mempengaruhi daya serap anak terhadap pelajaran.
d.    metode belajar mengajar tidak hanya metode klasikal, sehingga anak-anak terlatih untuk mendiskusikan suatu persoalan. Metode CBSA atau metode lain yang memberi kesempatan anak untuk berdiskusi, perlu diterapkan agar anak-anak terlatih mengemukakan pendapat atau gagasan-gagasannya.
e.    pada penyusunan peraturan dan tata tertib sekolah, pimpinan sekolah dan guru perlu mengikutsertakan murid-murid, sehingga memiliki legitimasi yang kuat saat diterapkan dan ditegakkan. Kegiatan ini melatih anak-anak mengenai kehidupan berdemokrasi yang saling mendengar, dan menghargai pendapat orang lain.

Anak dan Lingkungan Bermain
Pemerintah perlu mempelajari cara anak memenuhi hasratnya mendapatkan tempat bermain dengan mengikuti cara anak, dan bersedia bekerjasama dengan mereka untuk menata ruang yang ada.
Ada dua persoalan yang terkait dengan keselamatan anak:
a.    dibutuhkan tindakan pencegahan dan tenaga profesional yang berpengalaman untuk menjamin bahwa ruangan terbebas dari hal-hal berbahaya yang bisa menyebabkan anak-anak mendapatkan luka serius;
b.    orang dewasa, khususnya orang-tua anak dan pengawas tempat bermain diduga juga berpotensi untuk membahayakan keselamatan anak dan membuat anak takut.

Anak dan Pelayanan Transportasi
Pemerintah kota agar menyediakan layanan transportasi yang mempertimbangkan kebutuhan anak. Untuk mewujudkan transportasi seperti itu, pemerintah kota dalam membuat kebijakan mengenai transportasi umum,
a.    memperkenalkan jarak, jenis dan ukuran transportasi umum.
b.    mempertimbangkan pembuatan tiket tunggal untuk semua jenis transportasi umum.
c.    mempertimbangkan penggunaan bus khusus pada hari minggu dan libur untuk anak dan keluarganya ke tempat rekreasi.

Anak dan Pelayanan Kesehatan
Upaya kesehatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko lingkungan terhadap kesehatan anak dan warga kota lainnya. Tindakannya dapat dilakukan di dua tingkatan yakni rumah tangga dan masyarakat. Tingkat rumah tangga yang dapat dilakukan dengan:
a.  menyediakan air bersih.
b.  tempat penampungan/tanki air selalu dibersihkan untuk menjaga higiene.
c.  menyediakan fasilitas WC yang bersih.
d.  mengatur pembuangan sampah dan air buangan.
e.  melakukan kampanye dengan menyebarkan poster atau leaflet tentang desain kompor dan dapur.
Sedangkan tindakan di masyarakat hampir sama dengan tindakan di rumah tangga, tetapi sifatnya lebih ditingkatkan pada pengawasan dan penyediaan fasilitas yang tidak tersedia di tingkat rumah tangga seperti sumur umum dan MCK.
Upaya lain yang dapat dilakukan pada sektor air, sanitasi, saluran air, sekolah, perumahan, taman, transportasi umum, manajemen sampah, serta mempertimbangkan tanggung jawab terhadap anak:
a.  institusi bertanggung jawab terhadap peraturan tentang polusi yang bisa merusak perkembangan otak dan tubuh anak.
b.  pemerintah bertanggungjawab terhadap keadaan jalan yang bisa menimbulkan kecelakaan dan luka.
c.  peraturan mengenai air dan sanitasi yang dapat menjadi sumber penyakit diare dan infeksi cacing.
d.  polisi mengatur taman dan tempat umum lain yang banyak dikunjungi anak.

Mewujudkan KLA adalah kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Sebagai warga kota, berarti anak:
a.     keputusannya mempengaruhi kotanya;
b.     dapat mengekspresikan pendapatnya mengenai kota yang mereka inginkan;
c.     dapat berperan serta dalam kehidupan keluarga, komuniti, dan sosial;
d.     dapat mengakses pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan;
e.     dapat mengakses air minum segar dan tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang baik;
f.      terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan penelantaran;
g.     merasa aman berjalan di jalan;
h.     dapat bertemu dan bermain dengan temannya;
i.      hidup di lingkungan yang bebas polusi;
j.     berperan serta dalam kegiatan budaya dan sosial; dan
k.    secara seimbang dapat mengakses setiap pelayanan, tanpa memperhatikan suku bangsa, agama, kekayaan, gender, dan kecacatan.

SPM Pendidikan

SPM Pendidikan
SPM Pendidikan merupakan instrumen pengelolaan kinerja pembangunan di bidang pendidikan, artinya dengan SPM akan membantu menstrategikan pencapaian berbagai sasaran pembangunan pendidikan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, implementasi, monitoring dan evaluasi kinerja.
         Peningkatan kualitas pendidikan merupakan prioritas pemerintah dan sejalan dengan itu variasi kualitas antar sekolah harus dikurangi dan bahkan dihilangkan untuk selanjutnya ditingkatkan dan SPM merupakan instrumen yang baik untuk membantu mengidentifikasi sekolah yang paling memerlukan bantuan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan kualitas.

         Dalam konteks peningkatan kualitas SDM pendidikan berfungsi menstrategikan atau mentahapkan upaya perbaikan-perbaikan input, proses dan pengelolaan layanan pendidikan secara sistemetis dan seimbang sehingga peningkatan kualitas pendidikan dapat terwujud melalui pendekatan yang paling efektif dan efesien.

















Friday, 26 February 2016

PENGEMBANGAN SDM BERDAYA SAING


A.           Pendahuluan
Pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk yang secara dominan ditempatkan sebagai tujuan akhir, bukan alat, cara atau instrumen pembangunan sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu.
Meskipun pembangunan di bidang  SDm terus dilaksanakan, namun berbagai permasalahan yang menjadi beban sosial masih kompleks terutama permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan. Hal ini ditandai dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia karena keterbatasan kemampuan untuk mengakses berbagai upaya pelayanan sosial dasar. Masalah lainnya adalah kondisi rawan sosial ekonomi, keterlantaran, kecacatan, kerentanan sosial bagi sejumlah masyarakat yang berpotensi menjadi penyandang kesejahteraan sosial, serta permasalahan sosial lainnya.
Berbagai permasalahan di atas harus dapat di atasi dan dicarikan solusi yang tepat dalam menciptakan sumber daya manusia yang berdaya saing.

B.            Maksud dan Tujuan
maksudnya untuk Pengembangan SDM  yang mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dan untuk memberikan arah dalam menyusun strategi pengembangan SDM yang berdaya saing

C.           Kerangka Konseptual
1.    Pengertian SDM dan Ruang Lingkup
Sumber daya manusia atau human resources mengandung dua pengertian. Pertama, sumber daya manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau usaha jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini, SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa.
Pengertian kedua dari SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja.
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah sedang bekerja, tiap negara menentukan batas umur minimum dan maksimum yang berbeda untuk mendefinisikan tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja. Batas umur minimum pada negara berkembang lebih rendah dari negara-negara maju sebab pada negara berkembang tingkat kesejahteraannya masih rendah.
Anak-anak pada umur 10 tahun sampai 16 tahun yang seharusnya berada di sekolah terpaksa harus mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.
2.    Penduduk dan Tenaga Kerja
Sumber utama penawaran tenaga kerja adalah penduduk. Jumlah penduduk biasanya diketahui dari publikasi Biro Pusat Statistik, hasil sensus sepuluh tahunan, SUPAS (Survay Penduduk Antar Sensus) lima tahunan dan SAKERNAS (Survey Angkatan Kerja Nasional) yang diusahakan dilaksanakan secara reguler tahunan.
Batas umur yang layak kerja di Indonesia adalah 10 tahun. Namun negara yang sudah maju batas umur lebih tinggi yaitu 15 tahun.
3.    Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan pekerjaan. Arti dari mampu adalah mampu secara fisik dan jasmani, kemampuan mental dan secara yuridis mampu serta tidak kehilangan kebebasan untuk memilih. Angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah:
1)        Mereka yang selama seminggu melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh penghasilan atas keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.
2)        Mereka yang selama seminggu tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari, tetapi mereka adalah orang-orang yang bekerja dibidang keahliannya seperti dokter, tukang cukur, dan lain-lain.
Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat di dalam kegiatan produktif yaitu yang memproduksi barang dan jasa. Jadi yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah (Simanjuntak, 1995:6) :
a)        Golongan yang masih bersekolah
b)        Golongan yang mengurus rumah tangga
c)        Golongan lain-lain; (a) penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan tetapi memperoleh pendapatan, seperti dari bunga simpanan, hasil serta sewa atas milik dan (b) mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia, cacat, dalam penjara atau sakit kronis.
4.    Pengembangan Pendidikan
Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan latihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja, dengan demikian akan meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, bahwa tingkat pendidikan penduduk suatu negara yang rata-rata tinggi akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Dengan demikian pendidikan dan latihan dipandang sebagai human investment yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian Tingkat pendidikan dan latihan yang dimiliki seorang tenaga kerja akan memberikan pengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja tersebut.
Adanya pendidikan dan latihan yang diberikan akan memiliki pengaruh meningkatnya produktivitas tenaga kerja yang dimiliki perusahaan, sehingga akan dapat menurunkan biaya produksi yang berakibat perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik serta akan mampu memberikan upah kerja yang lebih baik bagi karyawannya. Dengan adanya penurunan biaya produksi ini berarti perusahaan dapat menurunkan harga jual produknya, sehingga akan memberikan kesempatan bagi konsumen untuk dapat membeli produk perusahaan dalam jumlah lebih banyak, yang akhirnya peningkatan permintaan ini akan meningkatkan pula permintaan tenaga kerja yang ada pada pasar kerja.
Peningkatan kualitas SDM menjadi perhatian semua pihak dalam memasuki era milenium ini. Terlebih dalam suasana krisis multidimensi, masyarakat membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menghadapi persaingan bebas. Untuk itu pendidikan memegang peranan penting bagi peningkatan kualitas sumber daya yang dimiliki.
Keuntungan sosial dan pribadi dari pendidikan dan ditekankan bahwa individu akan menanggun investasi pendidikan jika kemajuan jangka panjang lebih banyak dari pada biaya fisik dan moneter. Keputusan masyarakat untuk menanam modal pada pendidikan seharusnya dibuat hanya jika kemajuan sosial lebih tinggi dari pada kerugiannya.
5.    Pengembangan Kesehatan
Sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan) merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan. Pendidikan, dan pelatihan, serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan.
Ada 2 bentuk dan cara penyelenggaraan SDM kesehatan, yaitu :
·           Tenaga kesehatan, yaitu semua orang yang bekerja secara aktif  dan profesional di bidang kesehatan berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan.
·           SDM Kesehatan yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan  saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan  masyarakat setinggi-tingginya.
6.    Pengembangan Pendapatan/Daya Beli Masyarakat
Strategi yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi daerah:
a.         Strategi pembangunan berbasis keuntungan kompetitif daerah
Strategi pembangunan ekonomi daerah seharusnya didasarkan pada prinsip Keuntungan Kompetitif (Competitive Advantage) sebagaimana yang dimaksud oleh Michael E.Prter (1990). Berbeda dengan konsep keuntungan Komparatif (Comperative advantage) yang telah bersifat tradisional didasarkan pada perbedaan kandungan sumber daya yang dimiliki (resource endowment), konsep keuntungan kompetitif ini lebih didasarkan pada unsur kreatifitas, teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang dikombinasikan untuk menghasilkan produk yang mempunyai daya saing tinggi. Dengan demikian, dapat saja terjadi suatu Negara atau daerah yang tidak mempunyai kandungan sumber daya alam yang memadai, dapat berkembang pesat karena kelebihannya dari segi kreatifitas, teknologi dan kualitas sumber daya Indonesia.
b.        Pengembangan komoditi unggulan
Salah satu bentuk kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan pada prinsip keuntungan kompetitif adalah pengembangan komoditi unggulan. Dalam hal ini, pemerintah mendorong masing-masing daerah untuk mengembangkan satu atau dua komoditi utama yang mempunyai potensi besar dan mempunyai daya saing tinggi sesuai dengan keuntungan kompetitif yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Melalui kebijakan tersebut diharapkan masing-masing daerah akan dapat mengembangkan produk-produk utama yang mempunyai daya saing tinggi karena didukung oleh keuntungan kompetitif daerah yang bersangkutan.
Aspek penting lainnya dari pengembangan komoditi unggulan daerah tersebut adalah guna memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat yang merupakan unsure penting dalam perekonomian rakyat. Melalui penetapan komoditi unggulan yang berasal dari daerah yang bersangkutan akan dapat dijamin agar hasil yang diperoleh dari pengembangan kegiatan ekonomi daerah tersebut sebagian besar akan jatuh ke tangan masyarakat setempat, dan bukan ke tangan konglomerat dari daerah perkotaan.
c.         Peningkatan kemampuan teknologi daerah
Peningkatan kemampuan teknologi daerah ditentukan oleh dua unsure penting. Pertama, pengembangan pendidikan tinggi karena dengan cara demikian pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dapat diwujudkan. Kedua,pengembangan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) karena dengan cara demikian inovasi dan penemuan produk-produk baru akan dapat didorong.
d.        Pembangunan ekonomi kota
Pembangunan ekonomi kota merupakan unsur penting dalam pembangunan wilayah.karena kota umumnya merupakan pusat kegiatan ekonomi sektor modern yaitu: industry, perdagangan dan jasa.
e.         Pengembangan ekonomi desa
Pembangunan ekonomi desa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi desa perlu dilakukan secara terpadu dalam rangka mewujudkan proses pembangunan sehingga pembangunan wilayah secara keseluruhan dapat pula ditingkatkan.
7.    Pengembangan Sosial-Budaya
Koentjaraninggrat mengatakan bahwa seluruh total dari kelakuan manusia yang berpola dapat diperinci menurut fungsi-fungsi khasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat. Suatu sistem aktivitas khas dari kelakuan berpola (wujud kedua dari kebudayaan) beserta komponen-komponennya adalah sistem norma dan tata kelakuannya (wujud pertama dari kebudayaan) dan peralatannya (wujud ketiga dari kebudayaan), ditambah dengan manusia yang melaksanakan kelakuan berpola, itulah yang merupakan suatu pranata atau institusi.
Apabila menelaah pernyataan di atas, maka pola pikir, pola tindak dan fungsi sistem sosial budaya merupakan institusi sosial, yaitu suatu sistem yang menunjukkan bahwa peranan sosial dan norma-norma saling terkait, yang telah disusun guna memuaskan suatu kehendak atau atau fungsi sosial. Oleh karena itu, setiap individu masyarakat memainkan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus berkaitan dengan norma-norma yang terdapat dalam pancasila yang telah disepakati bersama sebagai pedoman, baik dalam berpikir maupun bertindak, sesuai fungsinya.

D.             Pembahasan
pengembangan SDM,  menitikberatkan pada penyiapan perangkat pengembangan SDM antara lain sistem data base, penyusunan sistem informasi, penyusunan KLHS, penyusunan system pengelolaan program, dan penataan kawasan  serta penyiapan kondisi SDM  dan sarana-prasarana dalam mendukung akselerasi pengembangan SDM
Pencapaian pembangunan pendidikan adalah dengan mendorong AMH dan RRLS sehingga indeks pendidikan meningkat. Pencapaian pembangunan pendidikan tersebut antara lain melalui pengembangan SDM dan sarana- prasarana pendidikan dan juga komponen lainnya yang mendukung peningkatan indeks pendidikan.
Pencapaian pembangunan kesehatan adalah dengan mendorong AHH sehingga indeks kesehatan meningkat. Pencapaian pembangunan kesehatan tersebut antara lain melalui pengembangan SDM dan sarana-prasarana kesehatan dan komponen lain yang mendukung peningkatan indeks kesehatan.
Pencapaian pembangunan ekonomi adalah dengan mendorong PPP sehingga indeks daya beli meningkat. Pencapaian pembangunan ekonomi tersebut antara lain melalui pengembangan SDM dan bangkitan ekonomi baru.
Pencapaian pembangunan sosial budaya adalah dengan mendorong rasio PMKS/ penduduk, Nilai Gotong Royong/penduduk  dan rasio zakat, infak dan sedekah (ZIS) /muslim :. Pencapaian pembangunan sosial-budaya tersebut antara lain melalui pengembangan SDM dan sarana-prasarana dalam mendukung penguatan modal social (capital social).


Penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)


A.      Pendahuluan
Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materi maupun spiritual yanng diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai Pancasila
Tercapainya suatu kesejahteraan sosial merupakan hal yang akan selalu diidam-idamkan oleh setiap insan karena melalui kesejahteraan sosial maka seiap warga negara akan dilputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin dan memungkinkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarga serta masyarakat.
Proses pemenuhan kesejahteraan sosial ini akan selalu menjadi tantangan karena masih banyak terdapat masalah-masalah yang berakitan dengannya dan akan terus tumbuhnya komponen-komponen masyarakat yang akan terus menjadi sasaran upaya pemenuhan kesejahteraan sosial ini, yaitu mereka yang dianggap sama sekali tidak sejahtera secara sosial dan dikenal dengan sebutan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Berbagai penyediaan pelayanan kesejahteraan sosial oleh berbagai pemangku kepentingan telah meningkat cukup berarti dari waktu ke waktu. Namun demikian upaya pelayanan tersebut masih jauh dari yang diharapkan apabila dibandingkan dengan populasi PMKS yang jauh lebih besar jumlah dan sebarannya, dibandingkan dengan sumber daya yang disediakan dan intervensi yang telah dilakukan. 
Semakin kompleksnya permasalahan kesejahteraan sosial dan masih banyaknya yang belum sepenuhnya terselesaikan sejalan dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu, maka penanganan masalah kesejahteraan sosial melalui pembangunan kesejahteraan sosial perlu terus dilanjutkan secara berkesinambungan dan ditingkatkan agar apa yang telah dicapai dapat terus ditingkatkan dan jangkauan pelayanan dapat diperluas. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan sosial yang mengamanatkan agar pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat yang kurang beruntung dan rentan, serta melakukan penanggulangan kemiskinan.
Maka dari itulah usaha penanganan kesejahteraan sosial menjadi penting untuk dilakukan untuk mengatasi masalah PMKS tersebut dalam rangka menciptakan suatu tatanan kehidupan yang aman, tentran, dan damai dimanapun hal tersebut dilaksanakan. Melihat hal diatas maka penanganan masalah Kesejahteraan Sosial  yang sesuai dengan situasi dan kondisi Kota Cimhi sangat diperlukan.

B.       Tujuan
Tujuan diuraikan sebagai berikut.
1.      Meningkatkan pelayanan dan perlindungan sosial.
2.      Meningkatkan rehabilitasi kesejahteraan sosial

C.        Metode 
Studi ini dilakukan melalui pengumpulan data sekunder. Adapun untuk data sekunder didapat dengan mengumpulkan dari berbagai sumber seperti:
1.        Data yang berhubungan dengan bidang kesejahteraan sosial yang bersumber dari BPS.
2.        Data operasional bidang kesejahteraan sosial yang berasal dari  berbagai sumber.

D.         Tinjauan Konseptual
Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar.
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Contohnya adalah masalah kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984)
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu:
1.     Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
2.        Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
3.      Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini berlangsung lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan tetapi berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan.
Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup : cacat (defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan (delinquent).
Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga beranggapan bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi akhirnya disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan karena masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan permasalahan bersifat menyeluruh.
Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan individual, maka dari perspektif “disorganisasi sosial” menganggap penyebab masalah sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah ekologi
Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967), menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial yang tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus migrasi yang tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan Dunham (1965), bahwa tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota secara intensitas dan frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.
Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya karena kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau yang dikenal sebagai “perilaku menyimpang” yaitu menyimpang dari status sosialnya (Merton & Nisbet, 1961). Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti anak-anak atau orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya. Dengan demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat. Namun demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang ini, apakah secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan perilaku masyarakat secara umum ataukah secara medik, yang lebih menekankan kepada faktor “nuture” atau genetis.
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan dan perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung, seperti terjadinya bencana.
Dari hasil kesepakatan bersama, saat ini terdapat 27 jenis PMKS, sebagai berikut :
1.        Anak Balita Terlantar : anak yang berumur 0-4 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajiban (karena miskin/tidak mampu, salah seorang atau kedua-duanya sakit/meninggal), sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya, baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
2.      Anak Terlantar : anak yang berusia 5-21 tahun yang karena sebab tertentu (miskin/tidak mampu, salah seorang atau kedua orang tuanya/wali sakit atau meninggal, keluarga tidak harmonis), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
3.        Anak Yang Menjadi Korban tindak Kekerasan atau Diperlakukan Salah : anak yang berusia 5-21 tahun yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
4.        Anak Nakal : anak yang berusia 5-21 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain , akan mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum.
5.        Anak Jalanan : anak yang berusia 5-21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum.
6.        Anak Cacat : anak yang berusia 5-21 tahun yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau perupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktivitas secara layaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, penyandang cacat fisik dan mental.
7.        Wanita Rawan Sosial Ekonomi : seseorang wanita dewasa yang berusia 18-59 tahun, belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
8.        Wanita Yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan Salah : wanita yang berusia 18-59 tahun yang terancam secara fisik atau non fisik (psikologis) karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya.
9.        Lanjut Usia Terlantar : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya.
10.    Lanjut Usia Yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan Salah : lanjut usia (60 tahun keatas) yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.
11.    Penyandang Cacat : setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan sesuatu secara layaknya yang terdiri dari : penyandang cacat fisik (penyandang cacat mata/tunanetra dan penyandang cacat rungu/wicara), penyandang cacat mental (penyandang cacat mental eks psikotik dan penyandang cacat mental retardasi): penyandang cacat fisik dan mental (Undang-undang no.4 Tahun 1997).
12.    Penyandang Cacat Bekas Penderita Penyakit Kronis : seseorang yang pernah menderita penyakit menahun atau kronis, seperti kusta, TBC Paru, yang dinyatakan secara medis telah sembuh.
13.    Tuna Susila : seseorng yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
14.    Pengemis : orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.
15.    Gelandangan : orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencarian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.
16.    Bekas Narapidana : seseorang yang telah selesai atau dalam tiga bulan segera mangakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan, untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupan secara normal.
17.    Korban Penyalahgunaan Napza : seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
18.    Keluarga Fakir Miskin : seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.
19.    Keluarga Berumah Tak Layak Huni : keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial.
20.    Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis : keluarga yang hubungan antar keluarganya terutama hubungan antara suami dan istri kurang serasi, sehingga tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.
21.    Komunitas Adat Terpencil : kelompok orang/masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan  kecil yang bersifat local dan terpencil dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya yang secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga memerlukan pemberdataan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luar.
22.    Masyarakat Yang Tinggal di Daerah Rawan Bencana : kelompok masyarakat yang lokasi pemukiman mereka berada di daerah yang relatif sering terjadi bencana atau kemungkinan besar dapat terjadi bencana alam dan musibah lainnya yang membahayakan jiwa serta kehidupan dan penghidupan mereka.
23.    Korban Bencana Alam : perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan dan kebakaran hutan atau lahan korban kebakaran pemukiman, kecelakaan kapal terbang, kereta api, musibah industri (keselakaan kerja) dan kecelakaan perahu.
24.    Korban Bencana Sosial : perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya bencana sosialo atau keruhusah yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas – tugas kehidupannya.
25.    Pekerja Migran Terlantar : seseorang bekerja diluar tempat asalnya dan menetap sementara ditempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi terlantar.
26.    Keluarga Rentan : keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan 5 tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (penghasilan sekitar 10 % di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
27.    Penyandang AIDS/HIV : seseorang yang dengan rekomendasi professional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup terlantar.

E.          Pembahasan
Proses penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesungguhnya telah berlangsung lama dalam masyarakat kita, bukan sebuah fenomena baru. Tugas Pemerintah adalah mereformulasi dan mereaktualisasi nilai-nilai luhur yang hidup di tengah masyarakat dengan beragam latar belakang budaya, namun memiliki tujuan sama. Nilai-nilai itu membentuk jati diri dan budaya bangsa, antara lain nilai terpenting adalah: keperintisan, kepahlawanan dan kesetiakawanan sosial. Ibarat mendirikan sebuah rumah, inilah yang menjadi fondasi dari segenap proses penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial tidak boleh dipandang sebagai aktivitas yang bersifat konsumtif belaka, namun harus ditempatkan sebagai investasi sosial berjangka panjang berkelanjutan yang akan menentukan eksistensi bangsa Indonesia di tengah perubahan global.
Di atas fondasi itu diletakkan lantai dasar Sumber Daya Manusia kesejahteraan sosial yang menjadi motor penggerak pembangunan sosial. Sumber daya itu terdiri dari para pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, relawan sosial, dan penyuluh sosial. SDM kesejahteraan sosial merupakan bagian dari Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), yakni unsur yang paling penting karena seluruh potensi lain tergantung dari kualitas SDM penggeraknya. Pembinaan dan peningkatan kompetensi SDM kesejahteraan social, menjadi agenda utama. Potensi lain yang dikembangkan adalah sarana dan prasarana, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, organisasi dan manajemen yang terkait dengan kesejahteraan sosial.
Apabila fondasi (nilai) dan lantai (SDM) itu terbina dengan baik, maka pilar-pilar kokoh yang menjadi tugas pokok penyelenggara kesejahteraan sosial yaitu rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial dapat terlaksana dengan baik. Keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial akan memberi arti bagi penurunan angka kemiskinan. Masyarakat sering terpaku pada hasil akhir angka kemiskinan padahal di balik itu berlangsung proses pelayanan sosial yang berkesinambungan, memakan waktu lama dan anggaran besar.
Karena itu, penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan dalam kerangka kebijakan yang terpadu dengan melibatkan segenap unsur pemerintah masyarakat, dan kalangan dunia usaha di dalam maupun luar negeri. Demi mencapai hasil optimal, intervensi kebijakan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan segmen penyandang masalah kesejahteraan sosial, meliputi  aspek kemiskinan, kecacatan, ketunaan sosial, keterlantaran, keterpencilan, korban bencana dan korban tindak kekerasan, eksploitasi serta diskriminasi. Pada jangka waktu tertentu, bila segenap proses penyelenggaraan kesejahteraan sosial berlangsung optimal, maka terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat bukan sekadar impian.
Kesejahteraan sosial tidak hanya dambaan warga yang tergolong PMKS, sebab seluruh warga masyarakat merasakan dampak buruk dari kehadiran PMKS, bila tidak tertangani secara efektif. Kondisi konflik, kerawanan, bahkan disintegrasi bangsa akan terjadi, jika agenda pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar PMKS terabaikan. Untuk itu, pemerintah tidak akan bekerja sendirian. Berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Kesejahteraan Sosial, masyarakat yang menginginkan ketenteraman, kenyamanan, dan ketertiban sosial diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Bangunan kesejahteraan sosial dari seluruh upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial di berbagai bidang dan wilayah kerja. Dalam bangunan kesejahteraan sosial yang dicita-citakan itu seluruh warga masyarakat akan bernaung dan berlindung, tidak  hanya PMKS. Pemerintah bertekad membangun rumah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial kebijakan dan strategi di bidang Kesejahteraan Sosial lebih diarahkan pada:
(1)   Rehabilitasi sosial, dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
(2)   Jaminan sosial, adalah jaminan sosial yang diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan dan tunjangan berkelanjutan untuk:
a.    menjamin fakir miskin, anak yatim piatu telantar, lanjut usia telantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi.
b.  menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya. Asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya. Asuransi kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh pemerintah.
(3)   Pemberdayaan sosial dimaksud untuk:
a.    memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
b.    meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pemberdayaan sosial dilakukan melalui: peningkatan kemauan dan kemampuan; penggalian potensi dan sumber daya; penggalian nilai-nilai dasar; pemberian akses; dan/atau pemberian bantuan usaha.
(4)   Perlindungan sosial, dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.

Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui: bantuan sosial, advokasi sosial, dan/atau bantuan hukum. Bantuan social dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar.
Advokasi sosial dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya. Advokasi sosial sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak.
Bantuan hukum diselenggarakan untuk mewakili kepentingan warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Bantuan hukum sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian namun tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan, dengan tujuan:
(a) meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha masyarakat miskin;
(b) memperkuat peran masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar;
(c) ewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan social yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan; dan
(d)   memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Memperhatikan hal tersebut di atas maka kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan untuk :
(a) Meningkatkan dan memeratakan pelayanan sosial yang adil, dalam arti bahwa setiap orang khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak memperoleh pelayanan sosial.
(b) Meningkatkan profesionalisme SDM kesejahteraan sosial berbasis pekerjaan sosial dalam penanganan masalah dan potensi kesejahteraan sosial.
(c) Memantapkan manajemen penyelenggaraan kesejahteraan social dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta koordinasi.
(d)   Menciptakan iklim dan sistem yang mendorong peningkatan dan pengembangan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(e)    Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan berdasarkan keberagaman dan keunikan nilai sosial budaya serta mengedepankan potensi dan sumber sosial keluarga dan masyarakat setempat.

Strategi pembangunan kesejahteraan sosial difokuskan pada:
(a)    Kampanye sosial, yang mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi, penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku pembangunan kesejahteraan sosial dan penyandang masalah dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(b) Kemitraan sosial, yang mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan, dan jaringan kerja yang menumbuhkembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra.
(c)  Partisipasi sosial, yang mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya.
(d)   Advokasi dan pendampingan sosial, yang mengandung makna adanya upaya-upaya memberikan perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar warga masyarakat.