Thursday, 24 March 2016

PENGARUSUTAMAAN GENDER

PENGARUSUTAMAAN GENDER Dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender perlu dikembangkan kebijakan yang responsive gender. Salah satu strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan. Hal ini dipertegas dengan diterbitkannya Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional yang menyatakan bahwa seluruh departemen maupun lembaga pemerintah Non Departemen dan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan. Selama ini pendekatan pembangunan belum secara khusus mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil terhadap perempuan dan laki-laki sehingga hal tersebut turut memberi kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang dikenal dengan kesenjangan gender (gender gap) pada gilirannya menimbulkan permasalahan gender (gender isues). Salah satu indicator yang dapat dipergunakan untuk mengukur kesenjangan gender adalah gender emporenment measurement (GEM) dan gender-related development index (GDI) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Human Development Index. Berdasarkan Human development Report 2000, GDI Indonesia menduduki urutan ke 109 dari 174 negara yang diukur, dan lebih rendah dari Negara-negara ASEAN lainnya. Kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan ditandai oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha, serta rendahnya kases mereka terhadap sumberdaya ekonomi, seperti teknologi informasi, pasar, kredit, dan modal kerja. Meskipun penghasilan perempuan pekerja memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penghasilan dan kesejahteraan keluarganya, perempuan masih dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan pekerja keluarga. Kesemuanya ini berdampak pada masih rendahnya partisipasi, akses, dan control yang dimiliki, serta manfaat yang dinikmati perempuan dalam pembangunan, yang antara lain ditandai oldi hadapan hokum, namun masih banyak dijumpai materi hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan gender, semisal UU perkawinan, kete nagakerjaan, kewarganegaraan. Selain itu struktur hukum dan budaya hukum yang terdapat dalam masyarakat juga masih kurang mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Keadaan ini antara lain masih ditandai dengan rendahnya kesadaran gender di kalangan penegak hukum, sedikitnya jumlah penegak hukum yang menangani kasus-kasus ketidakadilan bagi perempuan, dan lemahnya mekanisme pemantauan dan evaluasi, terutama yang dilakukan oleh masyarakat, terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Belum terwujudnya kesetaraan dan keailan gender ini diperburuk oleh masih terbatasnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan kebijakan public yang ditetapkan oleh lenbaga-lembaga legislative, eksekutif, yudikatif, TNI, dan POLRI. Hal ini antara lain ditandai denga sedikitnya perempuan yang berada di legeslatif, eksekutif maupun yudikatif. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut maka seluruh kebijakan, program, proyek, dan kegiatan pembangunan yang dikembangkan saat ini dan mendatang harus mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuham, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Penyelenggaraan pengarusutamaan gender juga didukung oleh adanya pergeseran paradigma yaitu: a.Sifat pemerintah yang otokratis ke demokratik b.Sifat pemerintahan yang monolitik ke pluralitik c.Sifat pemerintah yang sentralistik ke desentralistik d.Sifat pemerintah yang unilateral (peran pemerintah dan masyarakat) ke interaksionis (peran pemerintah bersama masyarakat) e.Sifat pemerintah yang internal (hanya untuk kepentingan organisasi pemerintah) ke eksternal (disertai dengan peningkatan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat dan penyerahan sebagian tugas pelayanan dari pemerintah ke masyarakat). Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan salah satu strategi pembangunan yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan. Penyelenggaraan pengarusutamaan gender mencakup baik pemenuhan kebutuhan praktis gender maupun pemenuhan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan perempuan agar dapat menjalankan peran-peran social yang diperankan oleh mereka untuk merespon kebutuhan jangka pendek, misalnya perbaikan taraf kehidupan, perbaikan taraf kesehatan, penyediaan lapangan kerja, penyediaan air bersih, dan pemberantasan buta aksara. Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan perempuan yang berkaitan dengan perubahan sub-ordinasi perempuan terhadap laki-laki, seperti perubahan di dalam pembagian peran , pembagian kerja kekuasaan dan control terhadap sumberdaya, Kebutuhan strategis gender ini, misalnya perubahan penyempurnaan hukum, penghapusan kekerasan dan diskriminasi di berbagai bidang kehidupan, persamaan upah untuk jenis pekerjaan yang sama. Untuk dapat melaksanakan pengarusutamaan gender perlu dilakukan berbagai upaya yang mendukung dan mengefektifkan SDM, struktur organisasi dan mekanisme yang telah dibangun serta mengembangkan jaringan kerja dengan stakeholder terkait, antara lain: 1.Advokasi kepada para pengambil kebijakan di Lembaga legeslatif, eksekutif dan yudikatif 2.Peningkatan pelaksanaan pengarusutamaan gender 3.penyusunan perangkat pengarusutamaan gender 4.Fasilitasi dan mediasi mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender 5.Membuat kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan komitmen unsure terkait dalam pengarusutamaan gender 6.Pembentukan kelembagaan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender 7.Pengembangan mekanisme yang mendorong terlaksananya proses konsultasi dan berjejaring. Perencanaan Responsif Gender Dalam melakukan perencanaan pembangunan gender dapat dilakukan dengan tahap-tahapan: 1.Analisis kebijakan responsive gender •Identifikasi tujuan atau sasaran kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan yang ada saat ini •Data kuantitatif dan kualitatif menurut jenis kelamin •Analisis sumber terjadinya dan atau factor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender •Identifikasi masalah-masalah gender 2.Formulasi kebijakan yang responsive gender •Merumuskan kembali kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan baru yang responsive gender •Identifikasi indicator gender 3.Rencana Aksi yang responsive gender •Penyusunan rencana aksi •Identifikasi sasaran-sasaran 4.Penganggaran yang responsive gender

No comments:

Post a Comment