Tuesday, 17 November 2015

MODEL EVALUASI PROGRAM

MODEL EVALUASI

A.      Pengertian Evaluasi

Secara teoritis evaluasi adalah suatu usaha sistemis dan sistematis untuk mengumpulkan, menyusun dan mengolah data, fakta dan informasi dengan tujuan menyimpulkan nilai, makna, kegunaan, prestasi dari suatu program, dan hasil kesimpulan tersebut dapat digunakan dalam rangka pengambilan  keputusan,  perencanaan,  maupun  perbaikan  dari  suatu program.  Dalam  upaya  modifikasi,  inovasi,  dan  improvisasi  materi pelajaran sejarah yang efektif, maka diperlukan suatu model evaluasi yang tepat terhadap efektifitas materi pelajaran sejarah.

Ada tiga konsep yang sering dipakai dalam melakukan evaluasi,
yakni tes, pengukuran, dan penilaian (test, measurement,and assessment).
Tes adalah suatu metode untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang
secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus
atau  pertanyaan (Djemari  Mardapi, 1999: 2).  Tes  adalah  alat  untuk melakukan pengukuran, misalnya mengkur tingkat kemampuan peserta didik,  seperti  mengenai  sikap,  minat,  motivasi,  persepsi,  dan  lain sebagainya.   Respons   peserta   tes   pada   sejumlah   item   pertanyaan menunjukkan  kemampuan  seseorang  dalam  bidang  tertentu.  Dengan demikian, tes merupakan bagian dari evaluasi.

Pengukuran (measurement),  didefinisikan  oleh  Allen  &  Yen  sebagai penetapan angka secara sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000: 1). Pengukuran merupakan kuantifikasi tentang  keadaan  individu  baik  berupa  kemampuan  kognitif,  afektif, maupun psikomotor. Konsep pengukuran lebih luas ketimbang konsep tes. Untuk  mengukur suatu karakateristik individu, dapat tanpa menggunakan tes, misalnya melalui pengamatan, rating scale, atau cara lain untuk mendapatkan informasi dalam bentuk kuantitatif.




Penilaian (assessment)  menurut Popham (1995: 3) merupakan
usaha formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai
kepentingan   pendidikan.   Asesment   merupakan   proses   menyediakan
informasi tentang individu siswa, kurikulum, institusi atau segala sesuatu
yang berhubungan dengan sistem kelembagaan. “processes that provide
information about individual students, about curricula or programs, about
institutions,   or   about   entire   systems   of   institutions” (Stark   &
Thomas,1994: 46). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa assessment merupakan kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran secara sistemik dan sistematik.

Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan istilah penilaian,
pengukuran   maupun   tes.   Hopkins   &   Stanley   mengatakan   bahwa
evaluations is a process of summing up the results of measurements or
tests, giving them some meaning based on value judgement”
atau proses
menyimpulkan  hasil  pengukuran  atau  test  dengan  memberi  makna
berdasarkan  penetapan  nilai (Oriondo,1998: 3).  Dalam  konsepsi  ini,
evaluasi dimaknai sebagai penentuan nilai terhadap sesuatu hal, yang
meliputi pengumpulan informasi yang digunakan untuk menentukan nilai
keberhasilan suatu program, produk, prosedur, tujuan atau manfaat potensi
pada desain alternatif pendekatan, untuk mempertahankan pendekatan
yang khusus. Sementara Cizek (2000: 16) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan “the process of ascribing merit or worth to the results of on
observation  or  data  collection”
.  Evaluasi  merupakan  suatu  proses
penentuan nilai dengan mempertimbangkan hasil observasi atau koleksi
data yang diperoleh.

Menurut Griffin & Nix dalam Widoyoko (2007), pengukuran,
asesmen, dan evaluasi merupakan hirarki. Pengukuran membandingkan
hasil  pengamatan dengan kriteria, asesmen menjelaskan dan menafsirkan
hasil  pengukuran,    sedang  evaluasi  merupakan  penetapan  nilai  atau
implikasi  suatu  perilaku.  Jadi  menurut  definisi  ini  kegiatan  evaluasi











didahului dengan penilaian, sedang penilaian pada umumnya didahului dengan kegiatan pengukuran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses  menghimpun  informasi  secara  sistematis  melalui  pengukuran, penilaian dan diakhiri dengan evaluasi. Penilaian dimaksudkan sebagai proses menafsirkan data hasil pengukuran. Oleh karena itu, evaluasi merupakan  suatu  proses  yang  kompleks  dan  terus  menerus  untuk menemukan   manfaat   suatu   kegiatan   sebagai   pertimbangan   dalam menetapkan suatu keputusan akhir.

Menurut Djemari Mardapi (2000:2),  ditinjau dari sasarannya
evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang bersifat mikro. Evaluasi
yang bersifat makro subyeknya adalah program pendidikan, yaitu program
yang direncanakan untuk memperbaiki sektor pendidikan.  Sedangkan
evaluasi mikro sering diterapkan di tingkat kelas. Oleh karena itu sasaran
evaluasi   mikro   adalah   program   pembelajaran   di   kelas   dan   yang
bertanggungjawab   adalah   guru. Guru   memiliki   tanggung   jawab
merumuskan   dan   melaksanakan   program   pembelajaran   di   kelas, sedangkan pimpinan sekolah bertanggung untuk mengevaluasi program pembelajaran di tingkat makro termasuk program yang direncanakan dan dilaksanakan oleh guru.

Gardner  dalam  Stark     (1994:8)  memberikan  definisi  evaluasi
pendidikan  adalah   (1)  evaluasi  sebagai  pertimbangan  atau  keputusan
profesional, (2) evaluasi sebagai pengukuran, dan (3) evaluasi sebagai
penilaian  dari  kesesuaian  antara  prestasi  atau  hasil  dan  tujuan, (4)
keputusan   yang   berorientasi   pada   evaluasi,   dan      (5)   tujuan   yang
dihadapkan  pada  evaluasi.  Departement  Pendidikan  Amerika      (2002)
memberikan batasan bahwa evaluasi mempunyai tiga maksud, yaitu (1)
menyediakan   informasi   diagnostik (evaluasi   formatif), (2)   menilai
kemajuan siswa (evaluasi sumatif), dan (3) menilai secara menyeluruh
prestasi dari sesuatu yang sungguh ada (seperti: kelas, program, negara).











Menurut Scriven dalam Fernandes (1984) bahwa dua fungsi dasar
evaluasi yaitu bahwa evaluasi formatif digunakan untuk memperbaiki dan
mengembangkan dari sebuah program, sedangkan fungsi dari evaluasi
sumatif adalah digunakan untuk tanggung jawab, memilih dan sertifikasi.
Sedangkan  standar  dari  evaluasi  ada  empat,  yaitu (1)  utility  atau
kegunaan, (2) accuracy atau ketepatan, (3) feasibility atau kelayakan dan
(4) propriety atau kebenaran.

Tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan termasuk perencanaan,
pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Menurut Thorndike dan
Hagen (1977) tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan
kepada keputusan-keputusan yang menyangkut (1) pengajaran, (2) hasil
belajar, (3) diagnosis dan usaha perbaikan, (4) penempatan, (5) seleksi, (6)
bimbingan dan konseling, (7) kurikulum, dan (8) penilaian kelembagaan.

B. Konsepsi Evaluasi Program

Menurut suharsimi (2004: 3) program didefinisikan sebagai suatu
unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi
dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan,
dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Dalam kosepsi ini, terdapat tiga pengertian penting yang perlu ditekankan
dalam menentukan suatu program, yakni: 1) realisasi atau implementasi
suatu  kebijakan, 2)  terjadi  dalam  waktu  yang  relative  lama,  bukan
kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan, dan 3) terjadi dalam
organisasi yang melibatkan orang banyak. Sebuah program bukan hanya
kegiatan tunggal, melainkan kegiatan  yang berkesinambungan karena
melaksanakan  suatu  kebijakan.  Program  merupakan  sebuah  system
dimana system itu sendiri merupakan satu kesatuan dari beberapa bagian
atau komponen program yang saling kait mengkait dan bekerja satu
dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam











system. Dengan demikian program terdiri dari komponen yang saling kain
mengkait dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.
            
Menurut Cronbach dan Stufflebeam evaluasi program merupakan upaya   menyediakan   informasi   untuk   disampaikan   pada   pengambil keputusan (Suharsimi Arikunto, 2004: 4). Dalam bidang pendidikan, Tyler mengemukakan   bahwa   evaluasi   program   merupakan   proses   untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan dapat terealisasikan (Suharsimi
Arikunto,   2004:   4).  Dengan  demikian  evaluasi  program  pendidikan
merupakan  rangkaian  kegiatan  yang  dilakukan  secara  cermat  untuk
mengetahui  mengetahi  efektivitas  masing-masing  komponennya.  Ada
empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil
dalam  pelaksanaan  sebuah  program  keputusan  yaitu  menghentikan
program, merevisi program, melanjutkan program, atau menyebarluaskan
program.

Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat berguna
bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena
dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan
akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah
dilaksanakan. Melalui metode tertentu secara cermat dan sistematis akan
diperoleh data yang handal dan reliabel sehingga penentuan kebijakan
selanjutnya akan tepat, dengan catatan data yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan tersebut adalah data yang tepat, baik dari segi isi, cakupan,
format maupun tepat dari segi waktu penyampaian (Widoyoko, 2007).
Untuk  dapat  menjadi  evaluator  program,  seseorang  harus  memiliki
kemampuan dalam melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan
kemampuan praktik, cermat, obyektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan
bertanggung jawab.

C. Model-model Evaluasi Program

Konsep  evaluasi  model  CIPP       (Context,  Input,  Prosess  and
Product)  pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965













sebagai  hasil  usahanya  mengevaluasi  ESEA         (the  Elementary  and
Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam
dengan  pandangan  bahwa    tujuan  penting  evaluasi  adalah  bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on
the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but
to improve (Madaus, Scriven, Stufflebeam, 1993: 118). Evaluasi model
CIPP  dapat  diterapkan  dalam  berbagai  bidang,  seperti  pendidikan,
manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu
proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam
menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu
context, input,
process dan product, sehingga model evaluasinya diberi nama CIPP
model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.

Menurut Stufflebeam (1971, dalam Fernandes 1984), mengatakan
bahwa evaluasi merupakan suatu proses penggambaran, pencarian, dan
pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan
dalam  menentukan  alternatif  keputusan.  Sedangkan  Suchman (1961,
dalam Arikunto, 2004: 1), memandang bahwa evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang telah
direncanakan   untuk   mendukung   tercapainya   suatu   tujuan.   Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mencari
sesuatu  yang  berharga  tentang  sesuatu;  dan  dalam  mencari  sesuatu
tersebut,   juga   mencari   informasi   yang   bermanfaat   dalam   menilai
keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi
yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Dengan
demikian evaluasi merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

Dalam program kegiatan pendidikan, maka unsur-unsur input-
proses-output   adalah   rangkaian   sistem   kegiatan   yang   tidak   dapat
dipisahkan satu sama lain. Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan
transformasi atau proses pembelajaran, maka Bela H Banathy (1992: 28),










mengembangkan model Black Box. Black Box diciptakan untuk membaca
keberhasilan proses pembelajaran. Dari Black Box itulah dapat dievaluasi
keberhasilan atau kegagalan sistem kegiatan pendidikan. Untuk lebih
mendalam pengatahuan keberhasilan atau kegagalan dari sebuah sistem
kegiatan pendidikan, maka setelah diperoleh out put maka dilakukan feed
back
atau umpan balik baik terhadap input maupun prosesnya.

Model yang paling umum dalam evaluasi sebuah program, adalam
penerapan model CIPP. Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1971,
dalam Fernandes, 1984) yang meliputi empat funngsi evaluasi yakni
model Context, Input, Process, dan Product (CIPP). Context evaluation
dimaksudkan   untuk   mengevaluasi   konteks   misalnya   mengevaluasi
kurikulum yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
Input evaluation dimaksudkan untuk mengevaluasi masukan seperti
kompetensi  guru,  sumber-sumber  belajar  atau  sarana  pembelajaran,
karakteristik  sekolah,  dan  lain-lain.  Process  evaluation  dimaksudkan
untuk mengevaluasi proses belajar mengajar, fungsi manajemen, efisiensi
administrasi, dan lain-lain. Sedangkan
product evaluation adalah untuk
mengevaluasi keberhasilan outcome sebuah program.

Context evaluation diartikan sebagai evaluasi terhadap konteks
dalam hal ini adalah evaluasi karakteristik mahasiswa, rasional kurikulum,
struktur dan status kelembagaan, dan kebijakan kurikulum. Sedangkan
input  evaluation  dalam  penelitian  ini  dimaksudkan  sebagai  evaluasi
terhadap  kondisi program pendidikan, kompetensi guru, sumber belajar,
dan sarana prasarana yang mendukung bagi proses pembelajaran.
Process
evaluation   dimaksudkan   sebagai   evaluasi   terhadap   proses   belajar
mengajar dalam pembelajaran sejarah. Sedangkan
product evaluation
dimaksudkan  sebagai  evaluasi  terhadap  hasil  program  pembelajaran
sejarah.

Goal  oriented  Evaluation  Model,  dikembangkan  oleh  Tyler,
merupakan model yang muncul paling awal. Dalam model Tyler ini, yang
menjadi  objek  pengamatan  adalah  tujuan  dari  program  yang  sudah










ditetapkan jauh sebelum program dimulai (Suharsimi Arikunto, 2004: 12). Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, dalam rangka mengevaluasi sejauh mana tujuan yang sudah ditetapkan sudah tercapai atau terlaksana di  dalam  proses  pelaksanaan  program.  Dalam  pembelajaran  sejarah sebagai suatu program, maka model Tyler ini menilai apakah materi pelajaran  yang  dikembangkan  guru  terarah  pada  pencapaian  tujuan pembelajaran   sejarah.   Selanjutnya   pengembangan   materi   pelajaran tersebut  diimplementasikan  dalam  pelaksanaan  pembelajaran  melalui langkah-langkah yang berkesinambungan.

Model  evaluasi  yang  dikembangkan  oleh  Kirkpatrick  dikenal
dengan   Evaluating   Training   Programs:   The   Four   Levels   atau
Kirkpatrick’s evaluation model.  Evaluasi terhadap  program training
mencakup empat level evaluasi, yaitu: reaction, learning, behavior, dan
result
.   Evaluasi   terhadap   reaksi   peserta   training,   misalnya   berarti
mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction).  Program training
dianggap  efektif  apabila  proses  training  dirasa  menyenangkan  dan
memuaskan bagi peserta training sehingga mereka tertarik termotivasi
untuk belajar dan berlatih.

Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning can be defined as the
extend  to  which  participans  change  attitudes,  improving  knowledge,
and/or increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat
didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau
kenaikan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Evaluasi
perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian sikap pada
evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat
kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan
penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini
difokuskan pada hasil akhir (
final result) yang terjadi karena peserta telah
mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu
program training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan









kualitas,  penurunan  biaya,  penurunan  kuantitas  terjadinya  kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan sehingga efektivitas dan efisiensi dapat terlihat dengan jelas.


Selanjutnya adalah modelevaluasi formatif-sumatif,dikembangkan oleh Michael Scriven. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yakni evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berjalan (disebut evaluasi formatif), dan pada waktu  program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif) (Suharsimi  Arikunto, 2004: 25). 

No comments:

Post a Comment