A.
Pengertian Evaluasi
Secara teoritis evaluasi adalah suatu usaha
sistemis dan sistematis untuk mengumpulkan, menyusun dan mengolah data, fakta
dan informasi dengan tujuan menyimpulkan nilai, makna,
kegunaan, prestasi dari suatu program,
dan hasil kesimpulan tersebut dapat digunakan dalam rangka pengambilan keputusan, perencanaan,
maupun perbaikan dari
suatu program. Dalam upaya
modifikasi, inovasi, dan
improvisasi materi pelajaran sejarah yang efektif, maka diperlukan
suatu model evaluasi yang tepat
terhadap efektifitas materi pelajaran sejarah.
Ada tiga konsep yang sering dipakai dalam
melakukan evaluasi,
yakni tes, pengukuran, dan penilaian (test, measurement,and assessment).
Tes adalah suatu metode untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang
secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus
atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999: 2). Tes adalah alat untuk melakukan pengukuran, misalnya mengkur tingkat kemampuan peserta didik, seperti mengenai sikap, minat, motivasi, persepsi, dan lain sebagainya. Respons peserta tes pada sejumlah item pertanyaan menunjukkan kemampuan seseorang dalam bidang tertentu. Dengan demikian, tes merupakan bagian dari evaluasi.
yakni tes, pengukuran, dan penilaian (test, measurement,and assessment).
Tes adalah suatu metode untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang
secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus
atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999: 2). Tes adalah alat untuk melakukan pengukuran, misalnya mengkur tingkat kemampuan peserta didik, seperti mengenai sikap, minat, motivasi, persepsi, dan lain sebagainya. Respons peserta tes pada sejumlah item pertanyaan menunjukkan kemampuan seseorang dalam bidang tertentu. Dengan demikian, tes merupakan bagian dari evaluasi.
Pengukuran (measurement), didefinisikan oleh
Allen & Yen sebagai penetapan angka secara sistematik untuk menyatakan
keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000: 1).
Pengukuran merupakan kuantifikasi tentang keadaan
individu baik berupa
kemampuan kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Konsep pengukuran lebih luas ketimbang konsep tes. Untuk
mengukur suatu karakateristik individu, dapat tanpa menggunakan tes, misalnya melalui pengamatan, rating
scale, atau cara lain untuk mendapatkan informasi dalam bentuk kuantitatif.
Penilaian (assessment)
menurut Popham (1995: 3) merupakan
usaha formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai
kepentingan pendidikan. Asesment merupakan proses menyediakan
informasi tentang individu siswa, kurikulum, institusi atau segala sesuatu
yang berhubungan dengan sistem kelembagaan. “processes that provide
information about individual students, about curricula or programs, about
institutions, or about entire systems of institutions” (Stark &
usaha formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai
kepentingan pendidikan. Asesment merupakan proses menyediakan
informasi tentang individu siswa, kurikulum, institusi atau segala sesuatu
yang berhubungan dengan sistem kelembagaan. “processes that provide
information about individual students, about curricula or programs, about
institutions, or about entire systems of institutions” (Stark &
Thomas,1994: 46). Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa assessment merupakan kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran
secara sistemik dan sistematik.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan
istilah penilaian,
pengukuran maupun tes. Hopkins & Stanley mengatakan bahwa
“evaluations is a process of summing up the results of measurements or
tests, giving them some meaning based on value judgement” atau proses
menyimpulkan hasil pengukuran atau test dengan memberi makna
berdasarkan penetapan nilai (Oriondo,1998: 3). Dalam konsepsi ini,
pengukuran maupun tes. Hopkins & Stanley mengatakan bahwa
“evaluations is a process of summing up the results of measurements or
tests, giving them some meaning based on value judgement” atau proses
menyimpulkan hasil pengukuran atau test dengan memberi makna
berdasarkan penetapan nilai (Oriondo,1998: 3). Dalam konsepsi ini,
evaluasi dimaknai sebagai penentuan nilai
terhadap sesuatu hal, yang
meliputi pengumpulan informasi yang digunakan untuk menentukan nilai
keberhasilan suatu program, produk, prosedur, tujuan atau manfaat potensi
pada desain alternatif pendekatan, untuk mempertahankan pendekatan
yang khusus. Sementara Cizek (2000: 16) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan “the process of ascribing merit or worth to the results of on
observation or data collection”. Evaluasi merupakan suatu proses
penentuan nilai dengan mempertimbangkan hasil observasi atau koleksi
data yang diperoleh.
meliputi pengumpulan informasi yang digunakan untuk menentukan nilai
keberhasilan suatu program, produk, prosedur, tujuan atau manfaat potensi
pada desain alternatif pendekatan, untuk mempertahankan pendekatan
yang khusus. Sementara Cizek (2000: 16) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan “the process of ascribing merit or worth to the results of on
observation or data collection”. Evaluasi merupakan suatu proses
penentuan nilai dengan mempertimbangkan hasil observasi atau koleksi
data yang diperoleh.
Menurut Griffin & Nix dalam Widoyoko
(2007), pengukuran,
asesmen, dan evaluasi merupakan hirarki. Pengukuran membandingkan
hasil pengamatan dengan kriteria, asesmen menjelaskan dan menafsirkan
hasil pengukuran, sedang evaluasi merupakan penetapan nilai atau
implikasi suatu perilaku. Jadi menurut definisi ini kegiatan evaluasi
asesmen, dan evaluasi merupakan hirarki. Pengukuran membandingkan
hasil pengamatan dengan kriteria, asesmen menjelaskan dan menafsirkan
hasil pengukuran, sedang evaluasi merupakan penetapan nilai atau
implikasi suatu perilaku. Jadi menurut definisi ini kegiatan evaluasi
didahului dengan penilaian, sedang penilaian
pada umumnya didahului dengan
kegiatan pengukuran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
evaluasi merupakan proses
menghimpun informasi secara
sistematis melalui pengukuran, penilaian
dan diakhiri dengan evaluasi. Penilaian dimaksudkan sebagai proses menafsirkan data hasil pengukuran. Oleh
karena itu, evaluasi merupakan suatu
proses yang kompleks
dan terus menerus
untuk menemukan
manfaat suatu kegiatan
sebagai pertimbangan dalam menetapkan
suatu keputusan akhir.
Menurut Djemari Mardapi (2000:2), ditinjau dari sasarannya
evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang bersifat mikro. Evaluasi
yang bersifat makro subyeknya adalah program pendidikan, yaitu program
yang direncanakan untuk memperbaiki sektor pendidikan. Sedangkan
evaluasi mikro sering diterapkan di tingkat kelas. Oleh karena itu sasaran
evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang
bertanggungjawab adalah guru. Guru memiliki tanggung jawab
evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang bersifat mikro. Evaluasi
yang bersifat makro subyeknya adalah program pendidikan, yaitu program
yang direncanakan untuk memperbaiki sektor pendidikan. Sedangkan
evaluasi mikro sering diterapkan di tingkat kelas. Oleh karena itu sasaran
evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang
bertanggungjawab adalah guru. Guru memiliki tanggung jawab
merumuskan
dan melaksanakan program
pembelajaran di kelas, sedangkan pimpinan sekolah bertanggung untuk mengevaluasi
program pembelajaran di tingkat makro termasuk
program yang direncanakan dan dilaksanakan
oleh guru.
Gardner
dalam Stark (1994:8) memberikan
definisi evaluasi
pendidikan
adalah (1) evaluasi
sebagai pertimbangan atau
keputusan
profesional, (2) evaluasi sebagai pengukuran,
dan (3) evaluasi sebagai
penilaian dari kesesuaian antara prestasi atau hasil dan tujuan, (4)
penilaian dari kesesuaian antara prestasi atau hasil dan tujuan, (4)
keputusan
yang berorientasi pada
evaluasi, dan (5) tujuan
yang
dihadapkan
pada evaluasi. Departement
Pendidikan Amerika (2002)
memberikan batasan bahwa evaluasi mempunyai
tiga maksud, yaitu (1)
menyediakan informasi diagnostik (evaluasi formatif), (2) menilai
menyediakan informasi diagnostik (evaluasi formatif), (2) menilai
kemajuan siswa (evaluasi sumatif), dan (3)
menilai secara menyeluruh
prestasi dari sesuatu yang sungguh ada (seperti: kelas, program, negara).
prestasi dari sesuatu yang sungguh ada (seperti: kelas, program, negara).
Menurut Scriven dalam Fernandes (1984) bahwa
dua fungsi dasar
evaluasi yaitu bahwa evaluasi formatif digunakan untuk memperbaiki dan
mengembangkan dari sebuah program, sedangkan fungsi dari evaluasi
sumatif adalah digunakan untuk tanggung jawab, memilih dan sertifikasi.
Sedangkan standar dari evaluasi ada empat, yaitu (1) utility atau
evaluasi yaitu bahwa evaluasi formatif digunakan untuk memperbaiki dan
mengembangkan dari sebuah program, sedangkan fungsi dari evaluasi
sumatif adalah digunakan untuk tanggung jawab, memilih dan sertifikasi.
Sedangkan standar dari evaluasi ada empat, yaitu (1) utility atau
kegunaan, (2) accuracy atau ketepatan, (3) feasibility
atau kelayakan dan
(4) propriety atau kebenaran.
Tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan
termasuk perencanaan,
pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Menurut Thorndike dan
Hagen (1977) tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan
kepada keputusan-keputusan yang menyangkut (1) pengajaran, (2) hasil
belajar, (3) diagnosis dan usaha perbaikan, (4) penempatan, (5) seleksi, (6)
bimbingan dan konseling, (7) kurikulum, dan (8) penilaian kelembagaan.
pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Menurut Thorndike dan
Hagen (1977) tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan
kepada keputusan-keputusan yang menyangkut (1) pengajaran, (2) hasil
belajar, (3) diagnosis dan usaha perbaikan, (4) penempatan, (5) seleksi, (6)
bimbingan dan konseling, (7) kurikulum, dan (8) penilaian kelembagaan.
B. Konsepsi Evaluasi
Program
Menurut suharsimi (2004: 3) program
didefinisikan sebagai suatu
unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi
dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan,
dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Dalam kosepsi ini, terdapat tiga pengertian penting yang perlu ditekankan
dalam menentukan suatu program, yakni: 1) realisasi atau implementasi
suatu kebijakan, 2) terjadi dalam waktu yang relative lama, bukan
unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi
dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan,
dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Dalam kosepsi ini, terdapat tiga pengertian penting yang perlu ditekankan
dalam menentukan suatu program, yakni: 1) realisasi atau implementasi
suatu kebijakan, 2) terjadi dalam waktu yang relative lama, bukan
kegiatan tunggal tetapi jamak
berkesinambungan, dan 3) terjadi dalam
organisasi yang melibatkan orang banyak. Sebuah program bukan hanya
kegiatan tunggal, melainkan kegiatan yang berkesinambungan karena
melaksanakan suatu kebijakan. Program merupakan sebuah system
dimana system itu sendiri merupakan satu kesatuan dari beberapa bagian
atau komponen program yang saling kait mengkait dan bekerja satu
dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
organisasi yang melibatkan orang banyak. Sebuah program bukan hanya
kegiatan tunggal, melainkan kegiatan yang berkesinambungan karena
melaksanakan suatu kebijakan. Program merupakan sebuah system
dimana system itu sendiri merupakan satu kesatuan dari beberapa bagian
atau komponen program yang saling kait mengkait dan bekerja satu
dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
system. Dengan demikian program terdiri dari
komponen yang saling kain
mengkait dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.
mengkait dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Menurut Cronbach dan Stufflebeam evaluasi
program merupakan upaya
menyediakan informasi untuk
disampaikan pada pengambil keputusan
(Suharsimi Arikunto, 2004: 4). Dalam bidang pendidikan, Tyler mengemukakan
bahwa evaluasi program
merupakan proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan dapat terealisasikan (Suharsimi
Arikunto, 2004:
4). Dengan demikian
evaluasi program pendidikan
merupakan
rangkaian kegiatan yang
dilakukan secara cermat
untuk
mengetahui mengetahi efektivitas masing-masing komponennya. Ada
empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil
dalam pelaksanaan sebuah program keputusan yaitu menghentikan
program, merevisi program, melanjutkan program, atau menyebarluaskan
program.
mengetahui mengetahi efektivitas masing-masing komponennya. Ada
empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil
dalam pelaksanaan sebuah program keputusan yaitu menghentikan
program, merevisi program, melanjutkan program, atau menyebarluaskan
program.
Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi
sangat berguna
bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena
dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan
akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah
dilaksanakan. Melalui metode tertentu secara cermat dan sistematis akan
diperoleh data yang handal dan reliabel sehingga penentuan kebijakan
selanjutnya akan tepat, dengan catatan data yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan tersebut adalah data yang tepat, baik dari segi isi, cakupan,
format maupun tepat dari segi waktu penyampaian (Widoyoko, 2007).
Untuk dapat menjadi evaluator program, seseorang harus memiliki
kemampuan dalam melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan
kemampuan praktik, cermat, obyektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan
bertanggung jawab.
bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena
dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan
akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah
dilaksanakan. Melalui metode tertentu secara cermat dan sistematis akan
diperoleh data yang handal dan reliabel sehingga penentuan kebijakan
selanjutnya akan tepat, dengan catatan data yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan tersebut adalah data yang tepat, baik dari segi isi, cakupan,
format maupun tepat dari segi waktu penyampaian (Widoyoko, 2007).
Untuk dapat menjadi evaluator program, seseorang harus memiliki
kemampuan dalam melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan
kemampuan praktik, cermat, obyektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan
bertanggung jawab.
C. Model-model Evaluasi
Program
Konsep
evaluasi model CIPP (Context, Input,
Prosess and
Product)
pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965
sebagai
hasil usahanya mengevaluasi
ESEA (the Elementary
and
Secondary
Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh
Stufflebeam
dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on
the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but
to improve (Madaus, Scriven, Stufflebeam, 1993: 118). Evaluasi model
CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan,
manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu
proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam
menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu context, input,
process dan product, sehingga model evaluasinya diberi nama CIPP
model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.
dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on
the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but
to improve (Madaus, Scriven, Stufflebeam, 1993: 118). Evaluasi model
CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan,
manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu
proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam
menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu context, input,
process dan product, sehingga model evaluasinya diberi nama CIPP
model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.
Menurut Stufflebeam (1971, dalam Fernandes
1984), mengatakan
bahwa evaluasi merupakan suatu proses penggambaran, pencarian, dan
pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan
dalam menentukan alternatif keputusan. Sedangkan Suchman (1961,
bahwa evaluasi merupakan suatu proses penggambaran, pencarian, dan
pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan
dalam menentukan alternatif keputusan. Sedangkan Suchman (1961,
dalam Arikunto, 2004: 1), memandang bahwa
evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang telah
direncanakan untuk mendukung tercapainya suatu tujuan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mencari
sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dan dalam mencari sesuatu
tersebut, juga mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai
keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi
yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Dengan
demikian evaluasi merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang telah
direncanakan untuk mendukung tercapainya suatu tujuan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mencari
sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dan dalam mencari sesuatu
tersebut, juga mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai
keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi
yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Dengan
demikian evaluasi merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Dalam program kegiatan pendidikan, maka
unsur-unsur input-
proses-output adalah rangkaian sistem kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan
transformasi atau proses pembelajaran, maka Bela H Banathy (1992: 28),
proses-output adalah rangkaian sistem kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan
transformasi atau proses pembelajaran, maka Bela H Banathy (1992: 28),
mengembangkan model Black Box. Black Box
diciptakan untuk membaca
keberhasilan proses pembelajaran. Dari Black Box itulah dapat dievaluasi
keberhasilan atau kegagalan sistem kegiatan pendidikan. Untuk lebih
mendalam pengatahuan keberhasilan atau kegagalan dari sebuah sistem
kegiatan pendidikan, maka setelah diperoleh out put maka dilakukan feed
back atau umpan balik baik terhadap input maupun prosesnya.
keberhasilan proses pembelajaran. Dari Black Box itulah dapat dievaluasi
keberhasilan atau kegagalan sistem kegiatan pendidikan. Untuk lebih
mendalam pengatahuan keberhasilan atau kegagalan dari sebuah sistem
kegiatan pendidikan, maka setelah diperoleh out put maka dilakukan feed
back atau umpan balik baik terhadap input maupun prosesnya.
Model yang paling umum dalam evaluasi sebuah
program, adalam
penerapan model CIPP. Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1971,
dalam Fernandes, 1984) yang meliputi empat funngsi evaluasi yakni
penerapan model CIPP. Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1971,
dalam Fernandes, 1984) yang meliputi empat funngsi evaluasi yakni
model Context, Input,
Process, dan Product (CIPP). Context evaluation
dimaksudkan untuk mengevaluasi konteks misalnya mengevaluasi
kurikulum yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Input evaluation dimaksudkan untuk mengevaluasi masukan seperti
kompetensi guru, sumber-sumber belajar atau sarana pembelajaran,
karakteristik sekolah, dan lain-lain. Process evaluation dimaksudkan
untuk mengevaluasi proses belajar mengajar, fungsi manajemen, efisiensi
administrasi, dan lain-lain. Sedangkan product evaluation adalah untuk
mengevaluasi keberhasilan outcome sebuah program.
dimaksudkan untuk mengevaluasi konteks misalnya mengevaluasi
kurikulum yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Input evaluation dimaksudkan untuk mengevaluasi masukan seperti
kompetensi guru, sumber-sumber belajar atau sarana pembelajaran,
karakteristik sekolah, dan lain-lain. Process evaluation dimaksudkan
untuk mengevaluasi proses belajar mengajar, fungsi manajemen, efisiensi
administrasi, dan lain-lain. Sedangkan product evaluation adalah untuk
mengevaluasi keberhasilan outcome sebuah program.
Context
evaluation diartikan sebagai evaluasi terhadap konteks
dalam hal ini adalah evaluasi karakteristik mahasiswa, rasional kurikulum,
struktur dan status kelembagaan, dan kebijakan kurikulum. Sedangkan
input evaluation dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai evaluasi
terhadap kondisi program pendidikan, kompetensi guru, sumber belajar,
dan sarana prasarana yang mendukung bagi proses pembelajaran. Process
evaluation dimaksudkan sebagai evaluasi terhadap proses belajar
mengajar dalam pembelajaran sejarah. Sedangkan product evaluation
dimaksudkan sebagai evaluasi terhadap hasil program pembelajaran
sejarah.
dalam hal ini adalah evaluasi karakteristik mahasiswa, rasional kurikulum,
struktur dan status kelembagaan, dan kebijakan kurikulum. Sedangkan
input evaluation dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai evaluasi
terhadap kondisi program pendidikan, kompetensi guru, sumber belajar,
dan sarana prasarana yang mendukung bagi proses pembelajaran. Process
evaluation dimaksudkan sebagai evaluasi terhadap proses belajar
mengajar dalam pembelajaran sejarah. Sedangkan product evaluation
dimaksudkan sebagai evaluasi terhadap hasil program pembelajaran
sejarah.
Goal oriented
Evaluation Model, dikembangkan oleh
Tyler,
merupakan model yang muncul paling awal. Dalam model Tyler ini, yang
menjadi objek pengamatan adalah tujuan dari program yang sudah
merupakan model yang muncul paling awal. Dalam model Tyler ini, yang
menjadi objek pengamatan adalah tujuan dari program yang sudah
ditetapkan jauh sebelum program dimulai
(Suharsimi Arikunto, 2004: 12). Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan, dalam rangka mengevaluasi sejauh mana tujuan yang sudah ditetapkan sudah tercapai atau
terlaksana di
dalam proses pelaksanaan
program. Dalam pembelajaran
sejarah sebagai suatu program,
maka model Tyler ini menilai apakah materi pelajaran yang dikembangkan
guru terarah pada
pencapaian tujuan pembelajaran sejarah.
Selanjutnya pengembangan materi
pelajaran tersebut
diimplementasikan dalam pelaksanaan
pembelajaran melalui langkah-langkah yang berkesinambungan.
Model
evaluasi yang dikembangkan
oleh Kirkpatrick dikenal
dengan Evaluating Training Programs: The Four Levels atau
Kirkpatrick’s evaluation model. Evaluasi terhadap program training
mencakup empat level evaluasi, yaitu: reaction, learning, behavior, dan
result. Evaluasi terhadap reaksi peserta training, misalnya berarti
mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program training
dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan
memuaskan bagi peserta training sehingga mereka tertarik termotivasi
untuk belajar dan berlatih.
dengan Evaluating Training Programs: The Four Levels atau
Kirkpatrick’s evaluation model. Evaluasi terhadap program training
mencakup empat level evaluasi, yaitu: reaction, learning, behavior, dan
result. Evaluasi terhadap reaksi peserta training, misalnya berarti
mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program training
dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan
memuaskan bagi peserta training sehingga mereka tertarik termotivasi
untuk belajar dan berlatih.
Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning
can be defined as the
extend to which participans change attitudes, improving knowledge,
and/or increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat
didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau
kenaikan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Evaluasi
perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian sikap pada
evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat
kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan
penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini
difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah
mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu
program training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan
extend to which participans change attitudes, improving knowledge,
and/or increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat
didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau
kenaikan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Evaluasi
perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian sikap pada
evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat
kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan
penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini
difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah
mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu
program training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan
kualitas, penurunan biaya,
penurunan kuantitas terjadinya
kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan
sehingga efektivitas dan efisiensi dapat
terlihat dengan jelas.
Selanjutnya adalah modelevaluasi formatif-sumatif,dikembangkan oleh Michael Scriven. Model ini menunjuk
adanya tahapan dan lingkup objek
yang dievaluasi, yakni evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berjalan (disebut evaluasi
formatif), dan pada waktu program sudah selesai atau berakhir (disebut
evaluasi sumatif) (Suharsimi Arikunto, 2004: 25).
No comments:
Post a Comment