Friday, 13 November 2015

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME APARATUR

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME APARATUR

a. Pendidikan

Setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien. Efektif maupun efektifitas organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia atau anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan latihan dan pendidikan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.

Salah satu metode pengembangan pegawai adalah pendidikan. Siagian (1991:79) menyatakan bahwa :”Pendidikan sebagai keseluruhan proses, teknik dan metode belajar mengajar dalam mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya”.

Selanjutnya Purwono (1982:76) mengemukakan bahwa : “manusia itu belajar untuk berpikir sendiri dan mendorong perkembangan dasar yang ada padanya”.
Pendidikan pegawai sangat perlu untuk diperhatikan agar prinsip the righ man on the right place dapat diterapkan dalam kehidupan suatu organisasinya.

Pada umumnya para pegawai tentunya mengaharapkaan agar mereka ditempatkan sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang diikutinya. Menurut Siagian (1994:173), ”ini merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam manajemen sumber daya manusia, apabila tidak diterapkan akan berakibat pada rendahnya produktivitas dan mutu kerja, tingkat kemungkinan yang cukup tinggi, keinginan yang besar dibarengi oleh kepuasan kerja yang rendah”. Ketepatan dalam penempatan tersebut dapat Siagian (1997:57) lebih lanjut menyatakan bahwa : Pendidikan dapat bersifat formal, akan tetapi dapat pula bersifat non formal. Pendidikan yang sifatnya formal ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah taman kanak-kanak hingga, bagi sebagian orang. Pendidikan di lembaga pendidikan tinggi, terjadi di ruang kelas dengan program yang ada pada umumya “structured”. Dipihak lain, pendidikan yang sifatnya non formal dapat terjadi di mana saja kerana sifatnya yang “unstructured”. Pendapat diatas menyatakan bahwa pendidikan formal dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, sedangkan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar pendidikan formal, dapat melalui pelatihan, kursus-kursus.

Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi. Notoatmodjo (1997:28) mengemukakan bahwa “pendidikan formal di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan”.
Adapun tujuan pendidikan menurut Kaho (2002:71-72) sebagai berikut :
1.        Dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam tentang bidang yang dipilh atau dipelajari seseorang;
2.        Melatih manusia untuk berpikir secara rasional dan menggunakan kecerdasan kea rah yang tepat, melatih manusia menggunakan akalnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berpikir, menyatakan pendapat maupun bertindak.
3.        Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada manusia untuk merumuskan pikiran, pendapat yang hendak disampaikan kepada orang lain secara logis dan sistematis sehingga mudah dimengerti. Untuk itu, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pengetahuan seseorang, terutama yang menyangkut penguasaan teori untuk memutuskan persoalan-persoalan berkaitan dengan kegiatan pencapaian tujuan organisasi.

b. Pelatihan

Pelatihan diberikan kepada pegawai dengan upaya peningkatan keterampilannya. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu (Sinamora, 2004). Dengan adanya pelatihan sebagai bagian pengembangan pegawai, maka organisasi dapat meningkatkan hasil-hasil kerja karyawan (kinerja) guna peningkatan produktivitas karyawan. Diklat terkait dengan peningkatan keterampilan pegawai.

Secara umum keterampilan dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok menurut Robert R. Katz dalam Hasibuan (1996:34) yaitu “technical skill, conceptual skill and human skill”. Technical skill atau kemampuan manusia yang diperoleh dari kursus-kursus dari lembaga pendidikan dan latihan. Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “Technical skill adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur, dan teknik suatu bidang yang khusus”. Dalam melakukan tugasnya, aparat membutuhkan keterampilan teknis yang cukup.

Selanjutnya Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasi dan memadukan semua kepentingan dan kegiatan organisasi”. Kemampuan ini mendukung aparat untuk mampu memandang organisasi secara keseluruhan dan memahami masalah yang dihadapi. Dengan kemampuan ini, aparat dapat melakukan perencanaan kerja dengan memperhitungkan kemampuan-kemampuan organisasi serta tujuan hendak dicapai. Hubungan sosial aparat sangat mendukung kondisi kerja suatu organisasi.

Stoner (1989:21) menguraikan bahwa : “keterampilan manusiawi atau human skill adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami orang lain dan mendorong orang lain, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok”. Dengan kemampuan kerjasama yang baik, aparat mampu menciptakan suasana kerja yang baik dalam pencapaian tujuan organisasi.

Sesuai uraian Marsono (2002:219) bahwa : Diklat aparatur mengarah pada upaya peningkatan : (1) sikap dan semangat, pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, negara dan tanah air, (2) Kompetensi teknik manajerial, dan/atau kepemimpinannya (3) efisiensi, efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya.

Menurut siagian (1997), ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan yakni:
1.      Peningkatan prodiktivitas kerja organisasi keseluruhan
2.      Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan
3.      Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat
4.      Meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.
5.      Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang pertisipatif
6.      Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang pada gilirannya memperlancar perumusan kebijaksanaan organsasi dan operasionalnya
7.      Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan dikalangan para anggota organisasi.

Menurut Syuhadhak (1995:125) bahwa pendidikan dan latihan adalah : ”Suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu instansi untuk memperbaiki mutu, pengembangan sikap, tingkah laku, keterampilan pegawai sesuai dengan persyaratan yang terdapat pada organisasi tersebut”.

Dari pengertian yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan lebih berorientasi teoritis dan lebih banyak ditujukan terhadap usaha pembinaan mental dan kejiwaan (sikap, tingkah laku, kedewasaan berpikir dan kepribadian). Sedangkan latihan lebih berorientasi pada praktek dan lebih banyak ditujukan pada kecekatan, kecakapan, dan keterampilan menggunakan anggota badan atau alat kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, pengembangan pegawai ada kaitannya dengan tujuan atau sasaran diklat yaitu :
1.      Perbaikan sikap dan kepribadian pegawai serta dedikasinya sesuai tuntutan tugas dan jabatannyan.
2.      Dasar sistem penghargaan menurut prestasi kerja dan pengembangan karier.
3.      Membina kesatuan berpikir dan bahasa dalam rangka terwujudnya kesatuan gerak/kerjasama
4.      Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai tugas dan jabatannya
5.      Mengembangkan kemampuan dan dedikasi serta motivasi dalam pelaksanaan pembangunan


Seiring dengan hal tersebut Miftah Thoha ( 1983:23 ) bahwa alasan atau perlunya diadakan pendidikan dan latihan bagi pegawai antara lain :
1.     Perlunya pembaharuan dan penyempurnaan di bidang administrasi untuk dapat menanggulangi dan mendukung pengembangan sosial dan ekonomi. Kemudian perlu diberikan berbagai orientasi baru, perkenalan pada berbagai teknik-teknik administrasi maupun manajemen yang dirasakan masih lemah.
2.     Perluasan atau bertambahnya fungsi-fungsi pemerintahan yang harus dilaksanakan
3.     Merupakan kenyataan masih langkahnya tenaga-tenaga kepegawaian yang cukup ahli.

Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang merupakan bagian yang integral dari administrasi kepegawaian, yang selanjutnya adalah bagian dari administrasi negara, berorientasi pada pelaksanaan tugas pokok, peningkatan produktivitas, dan peningkatan kemampuan serta dedikasi pegawai negeri.

Dengan demikian tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum adalah :
1.    Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi oleh kepribadian dan etika pegawai sesuai kebutuhan instansi,
2.    Menciptakan pegawai yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa,
3.    Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat,
4.    Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dan terwujudnya pemerintahan yang baik.

Sedangkan secara khusus, pendidikan dan pelatihan mengarah pada :
1.      Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada masyarakat,
2.      Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi maupun kepemimpinannya,
3.      Dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat kerjasama dan tanggungjawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya

Dalam aturan pokok kepegawaian di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam PP Nomor 14 tahun 1999, yang membagi pendidikan dan pelatihan terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Pendidikan dan pelatian Prajabatan (Pre Service Training),
2. Pendidikan dan pelatian dalam jabatan (In Service Training)

Pendidikan dan latihan Prajabatan adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada calon pegawai negeri sipil, dengan tujuan agar ia dapat terampil dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya, sedangkan pendidikan dan latihan dalam jabatan adalah suatu kegiatan kepegawaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu keahlian, kemampuan, dan keterampilan.
Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1994 meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan Struktural
2. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
3. Pendidikan dan Pelatihan Teknis

Pendidikan dan pelatihan struktural merupakan persyaratan bagi pegawai negeri sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Marsono (2002:37) menyebutkan jenis diklat struktural/penjenjangan dalam rangka upaya pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara menyeluruh, yaitu :
1.    Diklat kepemimpinan Tingkat IV adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon IV
2.    Diklat kepemimpinan tingkat III adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon III
3.    Diklat kepemimpinan tingkat II adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon II
4.    Diklat kepemimpinan tingkat I adalah diklat kepemimpinan untuk jabatan struktural eselon I.

Kemudian pendidikan dan pelatihan fungsional merupakan prasyarat bagi pegawai negeri sipil yang akan menduduki jabatan fungsional dan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional, serta pendidikan dan pelatihan teknis merupakan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan untuk memberikan keterampilan dan penguasaan pengetahuan dibidang teknis tertentu kepada pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan, tetapi juga bagi organisasi. Karena dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pegawai juga meningkatkan produktivitas kerja. Produktivitas kerja para pegawai meningkatkan organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan.

c. Penempatan Pegawai

Dalam pelaksanaan pengembangan pegawai, penempatan pegawai juga harus dilakukan dengan tepat. Mangkuprawira (2001:166) mengungkapkan bahwa : “Penempatan pegawai merupakan penugasan kembali dari seorang karyawan pada sebuah pekerjaan baru”. Kegiatan penempatan dilakukan berdasarkan tindak lanjut (follow up) dari hasil seleksi yang telah dilaksanakan sebelumnya. Kegiatan ini perlu dilakukan secara terencana karena akan mempengaruhi produktivitas dan loyalitas pegawai.

Penempatan yang sesuai akan menyebabkan pegawai melaksanakan kewajibannya dengan baik dan memperoleh haknya dengan baik pula. Agar proses penempatan ini dapat memenuhi kepentingan organisasi dan pegawai yang bersangkutan, maka prinsip “the right man on the right place doing the right time” harus diupayakan. Hal demikian ini tidaklah sulit diaplikasikan jika sejak awal telah diantisipasi. Prinsip ini hanya dapat terlaksana bilamana syarat-syarat yang dimilki manusianya (qualifications) sesuai dengan syarat-syarat jabatan yang akan ditempati.

Kesesuaian antara kualifikasi dan tuntutan jabatan hanya terwujud bilamana telah dilakukan analisis jabatan. Mangkuprawira (2001:166) mengungkapkan bahwa : “terdapat tiga hal pokok yang dilaksanakan dalam penempatan pegawai yaitu : promosi, pengalihan dan penurunan pangkat”.
1) Promosi
Kesempatan promosi dalam suatu organiasi dapat terjadi karena adanya lowongan, baik lowongan dari segi kepangkatan maupun dari segi jabatan. Lowongan dari kepangkatan timbul dalam sistem kepegawaian yang menggunakan Sistem Pengurutan Pangkat ( Point Rating System ), sedangkan lowongan dari segi jabatan (job) timbul sistem kepegawaian yang menggunakan sistem klasifikasi pekerjaan, dan ini banyak dianut dilingkungan perusahaan. Jadi promosi adalah perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang mempunyai status dan jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian penerima upah atau gaji dan sebagainya pada umunya lebih tinggi bila dibandingkan dengan jabatan lama.

Menurut AS.Moenir (1995) menyatakan bahwa : Promosi adalah perubahan kedudukan seorang pegawai dalam rangkaian susunan kepangkatan atau jabatan yang lebih tinggi dari keadaan semula baik ditinjau dari segi tanggung jawab, syarat-syarat kerja atau penghasilan. Dari salah satu usaha pengembangan, promosi sangat diharapkan oleh setiap pegawai dimanapun ia berada oleh karena promosi itulah ia akan mendapat hak-hak yang lebih dari pada apa yang diperoleh sebelum promosi, baik material maupun non material.

Sejalan dengan ungkapan tersebut, Siagian (2000:169) mengungkapkan bahwa : “promosi adalah apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam hirarki jabatan lebih tinggi dan penghasilan lebih besar”. Promosi merupakan suatu usaha pengembangan karir, dengan meningkatnya karir seorang pegawai akan membuktikan semangat kerja pada pegawai yang bersangkutan dan membangkitkan kemauan untuk lebih maju dengan menunjukkan prestasi yang lebih baik pada pegawai itu sendiri sehingga dengan promosi akan mengakibatkan kelancaran pelaksanaan tugas pokok akan lebih efisien dan efektif.

Menurut Hasibuan (2000:12), ada tiga dasar pada promosi yaitu : “(1) Atas dasar pengalaman (Senioritas); (2) Atas dasar kecakapan (Ability); (3) Atas dasar kombinasi pengalaman dan kecakapan”.

Dalam beberapa situasi tertentu, karyawan paling senior memperoleh promosi. Senior dalam hal ini berarti karyawan yang memiliki masa kerja terlama dalam perusahaan. Keuntungan pendekatan ini adalah obyektif. Semua didasarkan pada catatan personal yang termasuk senior dan diadakan perbandingan antar kandidat untuk menentukan siapa yang pantas dipromosikan.

Pertimbangan promosi adalah berdasarkan kecakapan adalah orang yang cakap akan mendapatkan prioritas pertama untuk dipromosikan. Kecakapan merupakan kumpulan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan sehingga karyawan mampu melaksanakan prosedur kerja dan teknik khusus dalam menyelesaikan tugas.

Kombinasi pengalaman dan kecakapan yaitu promosi yang berdasarkan pada lamanya pengalaman dan kecakapan. Pertimbangan promosi adalah berdasarkan lamanya dinas, ijazah pendidikan formal yang dimiliki, dan hasil ujian kenaikan golongan. Jika seseorang lulus dalam ujian maka hasil ujian kenaikan dipromosikan. Cara ini adalah dasar promosi yang terbaik dan paling tepat karena mempromosikan orang yang paling berpengalaman/kecakapan saja dapat diatasi.

Pada umumnya pegawai yang akan dpromosikan harus memenuhi persyaratan pendidikan dan prestasi kerja yang baik, sehingga setelah dipromosikan akan terjadi peningkatan kinerja. Hal yang harus diperhatikan dalam promosi pegawai negeri sipil diungkapkan oleh Thoha (2007:57) yaitu : promosi harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturanperaturan kepegawaian antara lain :
1. Pangkat/golongan yang telah memenuhi syarat
2. Disiplin ilmu/latar belakang pendidikan formal
3. Mempunyai kinerja/prestasi yang lebih baik
4. Telah mengikuti diklat Struktural/fungsional
5. Memperhatikan DUK
6. DP-3 paling tidak bernilai baik
7. Usia
8. Usulan unit kerja ke BAPERJAKAT dan
9. Atas persetujuan pimpinan instansi

Menurut Winardi (1987), pengetahuan mengenai siapa yang harus dipromosikan dicapai melalui catatn-catatan yang mencakup :
a) Prestasi kerja yang bersangkutan
b) Kemampuan si pekerja
c) Masa dinasnya

Menurut Alex S. Nitisemito (1984), mengenai syarat-syarat yang diperlukan dalam melakukan promosi adalah sebagai berikut ;
a) Pengalaman
b) Tingkat pendidikan
c) Loyalitas
d) Tanggung jawab
e) Kepandaian bergaul
f) Prestasi kerja
g) Inisiatif dan kreatif
Menurut AS. Moenir (1995) mengemukakan beberapa alasan mengapa promosi harus diprogramkan secara baik dalam organisasi yakni :
1.    Promosi adalah jenjang kenaikan pegawai yang dapat menimbulkan kepuasan pribadi dan kebangsaan
2.    Promosi menimbulkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi pegawai dan itu merupakan daya dorong bagi pegawai lain.
3.    Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti pegawai (Labor trun over) karena pegawai mempunyai harapan positif di tempat itu
4.    Promosi dapat membangkitkan semangat kerja pegawai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang mereka juga berkepentingan.

2) Mutasi

Jika seorang pegawai bekerja dengan kurang bergairah, kemungkinan besar karena pegawai tersebut merasa bosan atau sudah jenuh. Jika hal tersebut dibiarkan akan mengakibatkan penurunan produktivitas kerja, tentunya akan membawa kerugian bagi organisasi. Sementara tidak ada organisasi yang mau merugi. Kegiatan memindahkan pegawai dari suatu bagian ( tempat kerja ) ke bagian yang lain bukanlah merupakan kegiatan yang dianggap tabuh. Bahkan kegiatan ini dilakukan untuk mengembangkan pegawai. Hal ini disebabkan karena mutasi diperlukan agar pegawai memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang lebih luas.

Pengertian mutasi menurut syuhadak (1995 : 104 ) menyatakan bahwa : Mutasi pegawai negeri sipil adalah kegiatan pimpinan suatu organisasi atau instansi untuk memindahkan pegawai dari jabatan tertentu ke jabatan yang lain yang sejajar tingkatannya dengan tujuan untuk memperoleh the right man on the right place agar instansi tersebut dapat menjalankan fungsinya secara efektif.

Mutasi dalam Manajemen sumber daya manusia disebut juga dengan alih tugas. Siagian (2001:171) menguraikan bahwa : Alih tugas dapat mengambil salah satu dari dua bentuk. Bentuk pertama adalah penempatan seseorang pada tugas baru dengan tanggung jawab, hierarki jabatan dan penghasilan yang relatif sama dengan statusnya yang lama. Sedang bentuk kedua adalah alih tampat atau seorang pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung jawabnya pun relatif sama.

Dasar yang digunakan untuk menentukan mutasi pegawai antaranya adalah lamanya masa kerja disuatu bidang pekerjaan, kebutuhan non ganisasi, penyegaran organisasi, pengetahuan, dan keterampilan serta alasan khusus (misalnya ikut suami). Biasanya mutasi ini minimal dilaksanakan setiap 2 tahun dan maksimal 14 tahun sekali, yang dilaksanakan berdasarkan usulan kepala unit kerja. Pihak yang berwenang dalam penentuan mutasi pegawai umumnya juga merupakan mereka yang menentukan penilaian kinerja, promosi dan diklat.


Siagian (2001:172) mengungkapkan manfaat mutasi yaitu :
a. Pengalaman baru,
b. Cakrawala pandangan yang lebih luas,
c. Tidak terjadinya kebosanan atau kejenuhan,
d. Perolehan pengetahuan dan keterampilan baru,
e. Perolehan perspektif baru mengenai kehidupan organisasional,
f. Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi,
g. Motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru               yang dihadapi.

Mutasi dapat memberikan pengalaman baru pegawai, hal ini akan bermanfaat dalam pengembangan pengetahuannya serta pengalamannya. Selain itu, cakrawala berpikir pegawai dapat ditingkatkan dengan adanya mutasi. Hal ini dapat mempengaruhi motivasi kerja serta motivasi untuk mengembangkan diri. Selain itu, dengan mutasi pegawai dapat mengalami kehidupan organisasional yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini akan bermanfaat dalam mencegah terjadinya kejenuhan pada diri pegawai. Sedang jika kejenuhan terjadi pada pegawai, maka akan menyebabkan menurunnya semangat kerja dan akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Dengan demikian pengembangan pegawai dapat mempengaruhi kinerja perorangan dan organisasi.

Tindakan yang tepat harus dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam memindahkan pegawainya ke posisi yang menurut hasil analisa tepat dengan kualifikasi, kemampuan dan keinginan pegawai yang bersangkutan. Dengan demikian pegawai yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja secara maksimal mungkin dan dapat memberikan luaran yang produktif sesuai dengan tujuan organisasi.

Adapun tujuan diadakan mutasi dalam suatu organisasi untuk meningkatkan produktivitas kerja, menciptakan keseimbangan antara pegawai dengan komposisi jabatan, untuk memperluas atau menambah pengetahuan, serta untuk meningkatkan rasa bosan atau jenuh.


Akhirnya mutasi juga harus memperhitungkan faktor kekuatan pegawai, artinya apabila seorang pegawai dimutasikan ke unit kerja lain, maka pada waktu yang relatif singkat atau bila mungkin waktu yang bersamaan harus pula diangkat penggantinya, sehingga kuantitas pekerjaan tidak terlambat. Dalam hal adanya pengembangan organisasi biasanya dilakukan atau dilaksanakan mutasi dan promosi secara besar-besaran untuk koordinasi anatar unit kerja yang diperlukan, sehingga tidak tejadi pengumpulan pegawai-pegawai yang berbobot pada suatu unit tertentu, sehingga di unit lain berkumpul pegawai yang tidak berkualitas.

No comments:

Post a Comment